Malang, 12 Januari 2010. Hari ini, Temen-temen FKMM ( Forum Komunikasi Mahasiswa Sumut ), mengadakan pertemuan singkat. Acara resminya sih, kajian seputar masalah kehidupan. Kali ini mengangkat tema “introspeksi diri”. Acara yang harusnya diisi banyak tanggapan sana sini itu, terasa kok ‘khidmat’ sekali ya?! Eits…khidmat disini jangan diartikan terlalu positif, sebenar-benarnya, acara ini sedikit kurang aktif 🙂
Yang menghadiri acara yang tidak terlalu jelas waktunya ini, hanya beberapa manusia Medan(sebutan umum bagi putra daerah Sumatera Utara di Malang). Duh, jujur saya prihatin, namun jujur juga saya belum tahu harus berbuat apa. Hal yang pada dasarnya dapat mempersatukan kami malah terasa janggal sekali. Saya dan teman-teman FKMM bukanlah orang yang sudah kenal dari awal. Kami berasal dari daerah yang kata Chikita Maidy, “kampuang nan jauah di mato”. Saya harus sangat ekstra hati-hati menjaga hubungan baik antara kami. Namun ya tuh dia, persatuan kami seakan sangat sulit disatukan. Saya prihatin, kawan. Sungguh prihatin.
Balik lagi deh ke awal, masalah yang itu sebentar lagi saja dirinci lagi. Tadi seperti yang udah saya bilang, kami membahas “introspeksi diri”. Ya, hal yang lumayan mengena disitu adalah tentang sebuah realita, tak semua orang berani mengintrospeksi dirinya sendiri. Orang-orang -termasuk saya donk- jauh lebih senang berlama-lama gosip, atau bahasa gaulnya ghibah tentang orang lain berjam-jam. Membicarakan sejuta hal. Bagus kalau yang dibahas hal positif sehingga dapat memotivasi diri, tapi sayangnya realita tidak menunjukkan begitu. Fakta berkata bahwa setiap orang mempunyai bakat menjadi kritikus negatif. Sungguh pribadi lahiriah yang manusia banget. Introspeksi…adalah kata-kata yang hanya bisa diamalkan oleh orang-orang yang ‘berani’.
Kawan, setidaknya depenisi orang-orang ‘berani’ yang saya dapat dari pertemuan sore tadi adalah:
1.Mengakui kesalahan
“Paappppaaa!!! 3 hari lalu saya bolos kuliah. Aku dan teman-teman hiking ke Kota Batu”
Apa mengakui kesalahan adalah begitu? Setidaknya semua pilihan ada di tangan kawan-kawan. Sejarah mencatat Bilal RA, muazin kesayangan Rasulullah S.A.W. itu pada awalnya memeluk islam, mengakui kesalahannya secara diam-diam. Sebaliknya, Umar RA, sang singa padang pasir menyatakan keislamannya sambil keliling Kota Mekkah. Mengikrarkan keislamannya secara terang-terangan. Adakah diantara mereka yang ditegur Rasul? Setahu saya tidak. Pastinya karena mereka telah “benar” secara sikap. Jadi, jangan merasa minder atau tidak pede kalau hanya sebatas berani mengungkap kesalahan pada sang diary atau blog (seperti diri saya ini 🙂 ). Walaupun dengan mengakuinya secara ‘tindakan nyata’ akan lebih bermanfaat. Ingat kawan, ‘quli al-haq walaw kana murran.”
2.Mengazzamkan diri untuk menghilangkan kesalahan itu
Saya sudah mengaku sama mama papa pernah bolos kuliah. So what? Jangan tunggu matahari tenggelam dulu baru sadar. Kalau perlu, nangis deh (lho…lho). Ya emang begitu, buat suatu kesepakatan dengan diri kita sendiri. Saya harus berubah, keluar dari kesalahan ini. Bayangkan betapa sangat merugikan jika terus membusuk pada kesalahan itu. Coba deh bayangin, kalau bolos melulu. Mau jadi apa neh Negara? Negara Api?! Pokoknya, saya tidak mau bolos lagi! Titik !!
3.Meneguhkan diri untuk tidak mengulanginya lagi di masa mendatang
Deg…deg… Tiba-tiba teman asrama sebelah ngajakin jalan ke gunungMalam minggu nanti. Kebetulan ada kuliah jam 2 hari sabtunya. Kalu kata orang psikologi, ada tingkat ID, ego dan super ego (penjelasannya panjang banget, walau sebenarnya saya tidak tahu jelas juga sih), kalau kata saya, urat nadi kanan mulai menggoda urat nadi kiri buat mengatakan “ya”, duh dilema banget kan?! Nolak sayang tuh.
Dag…Dig…Dug…Ikut….Moh…Ikut…moh. Sayang sekali kawan, temen yang satu ini udah baca posting di blogku soal orang-orang yang berani. Iapun mengamalkan poin demi poin dan dengan tegas, dia berkata, “tidak, hari kemarin ku masih biasa, namun hari ini aku luar biasa”(sambil nunjuk hidung temennya tepat di tahi lalatnya). Gag ada tuh kata kesalahan kedua, yang ada tuh kesempatan kedua. Isn’t it?
4.Melupakan kebaikan yang kita lakukan
Nanya siapa yang pernah berbuat baik, siapa sih yang gag pernah. Fir’aun aja pernah, ya gag!? Ketika ditanya kamu pernah berbuat baik yang gimana aja? Panjang amat ceritanya. Duh kawan, jangan terlalu mengobral kebaikan donk. Beranilah melupakan kebaikan-kebaikan kita. Sebaliknya, ingatlah selalu kesalahan yang ada pada diri. Susah? Siapa bilang. Kata Kyai saya disini ya, kebaikan yang dilupakan selalu bernilai ikhlas. Wah, ajib tuh. Hayo sekarang kita rame-rame berbuat baek, trus lupakan kebaikan itu dengan harapan biar Allah sebaik-baik pemberi balasan. Yuk ?! Yuuuuukk!
Ya, kalau dapat tuh yang tadi. Kita bolehlah sedikit puas. Saya adalah orang yang ‘Berani’. Orang-orang yang berani mengintrospeksi dirinya. Kawan, inilah secuil info hari ini. Semoga Allah meridhoi amal baik kita, amiiiiiinn…..
Melangkahlah ‘tuk hari esok!
Inspirasi:
-. Pertemuan FKMM 2 Januari 2010
-. Artikel mahasiswi Pend. IPS asal Rantau prapat, Sumut